Andai Bisa Ikut Termehek-mehek

Kepada Alvin,
yang telah lenyap berbilang tahun.

Mungkin sebenarnya kamu tidak lenyap. Hanya saja kita tidak pernah bertemu lagi. Atau mungkin memang tidak ada perlunya kita bertemu lagi. Tapi bagiku kamu lenyap ditelan rumitnya jalan perumahan menuju rumahmu. Kamu lenyap ditelan banyaknya mobil yang serupa dengan mobilmu. Kamu lenyap ditelan asamu untuk berubah. Dan tinggalah kami di sini, termangu menyadari betapa kehilangannya kami.

Aku tahu rumahmu tidak pindah. Fanie pernah melihatmu, atau lebih tepat melihat mobilmu, di jalan raya BSD. Dia bilang kamu menyapanya lewat klakson dan dim singkat. Seharusnya kamu tahu betapa bersemangatnya dia saat menceritakan itu, seolah-olah ada harapan untuk bertemu lagi denganmu. Kamu tahu, kami merindukanmu. Teramat sangat merindukanmu.

Mungkin aku bukan teman yang cukup baik. Tidak cukup baik untuk mengingat nama lengkapmu agar aku bisa mencarimu di jejaring sosial. Tidak cukup baik untuk mengingat jalan menuju rumahmu agar aku bisa sekadar tahu kau baik-baik saja. Dan tentu saja tidak cukup baik untuk mencarimu lewat acara televisi Termehek-mehek. Aku berhenti pada "aku kehilanganmu, Alvin". Aku berhenti pada usaha menelepon ponsel ibumu untuk berbicara denganmu. Aku sudah cukup senang mendengar kau baik-baik saja.

Aku tahu, kita tidak bisa dibilang sahabat. Kita tidak menghabiskan cukup banyak waktu untuk berbagi, seperti lazimnya sahabat lakukan. Tapi kita juga terlalu dekat untuk disebut sebagai "teman les". Ah, entahlah. Jenis dan nama hubungan kita bukanlah esensi dari kerinduanku. Yang jelas, dulu kita solid sebagai trio. Dan tentu saja kau pemimpinnya sementara aku pemberontaknya.

Mari kujabarkan rinduku.
Aku rindu saat-saat kita berlatih untuk konser dalam diam.
Aku rindu jam-jam di mana hanya ada suara gitarmu, gitarku, gitarnya, dan kertas-kertas yang bergesekan.
Aku rindu detik-detik kita menertawakan kesalahan kita.
Aku rindu senyum yang menenangkan saat latihan terasa begitu sulit.
Aku rindu ekspresi tidak pedulimu saat mendapat teguran keras dari Pak IT jika kita letih dan mulai tidak fokus.
Aku rindu komentar-komentar sederhana yang menyelesaikan masalah darimu.
Aku rindu caramu mengajarkan aku memainkan sebuah bagian lagu.
Aku rindu kesederhanaan yang terasa dalam komposisi tersulit saat kau mainkan.
Aku rindu gestur tubuhmu saat jarimu menari di atas senar gitar.
Aku bahkan rindu suasana mobilmu saat kau mengantarku pulang.
Ya, aku rindu kesederhanaan dan ketulusanmu.

Aku lupa seperti apa pertemuan terakhir kita, tapi itu tidaklah penting. Jauh lebih banyak pertemuan mengesankan denganmu dibanding dengan pertemuan terakhir yang terlupakan. Namun sejak aku tahu kamu memutuskan hengkang dari Pak IT untuk alasan yang kami terka sendiri, aku merasa bahwa seharusnya aku memiliki satu kenang-kenangan denganmu yang dapat kusimpan selain kenangan tentangmu.

Ah kurasa surat rindu ini sudah terlalu panjang. Semoga ada yang mengenalmu dan membuatku dapat berkomunikasi denganmu.

master_2 mu :)

nb. Alvin ini lulusan SMP 4 Serpong dulu, SMA-nya entah apa. Rumahnya di perumahan di belakang Villa Serpong, BSD. Adiknya 2, satu cewek satu cowok. Kalau ada yang tahu tolong bilang saya. Thanks.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Beasiswa LPDP #5 - Persiapan Keberangkatan (PK)

Terima Kasih Tuhan

Surat 1